10 Penyimpangan Demokrasi Terpimpin Terhadap Pancasila dan UUD 1945
10 Penyimpangan Demokrasi Terpimpin Terhadap Pancasila dan UUD 1945 - Pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno, bangsa Indonesia menganut sistem Dekomkrasi Terpimpin sampai pada tahun 1966. Sistem demokrasi ini membuat kekuasaan presiden bersifat otoriter dan lebih besar. Meski begitu terdapat beberapa penyimpangan demokrasi terpimpin terhadap Pancasila dan UUD 1945. Wakil presiden Indonesia, Bung Hatta mengatakan bahwa sistem demokrasi ini dilaksanakan dengan tujuan yang baik. Tetapi langkah dan cara yang digunakan menyimpang dari tujuan awalnya. Salah satu bentuk penyimpangan yang cukup jelas terlihat ialah ketika Presiden Soekarno membubarkan DPR.
Penerapan sistem demokrasi terpimpin di negara Republik Indonesia terjadi pada tahun 1959 sampai dengan tahun 1966. Pemberlakuan sistem ini bermula ketika dikeluarkannya Dekrit Presiden. Meski begitu terdapat beberapa penyimpangan yang terjadi pasa masa pemerintahannya. Nah pada kesempatan kali ini saya akan membagikan beberapa bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin terhadap Pancasila dan UUD 1945. Untuk lebih jelasnya dapat anda simak di bawah ini.
Penyimpangan demokrasi terpimpin terhadap Pancasila dan UUD 1945 terlihat ketika sistem ini mulai dijalankan. Permulaan sistem demokrasi terpimpin dijalankan ketika pengeluaran dekrit Presiden 5 Juli 1959. Namun masa ini berakhir dengan diterbitkannya SuperSemar pada tanggal 11 Maret 1966. Pencetusan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ini dilakukan oleh Presiden Soekarno yang isinya yaitu :
Pada saat pemerintahan Soekarno, sistem demokrasi liberal mulai carut marut hingga pada akhirnya diganti dengan sistem demokrasi terpimpin. Namun ketika sistem ini diterapkan malah menimbulkan beberapa penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 (ideologi dan dasar hukum negara). Lalu apa saja bentuk penyimpangannya? Di bawah ini terdapat beberapa bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin terhadap Pancasila dan UUD 1945:
Kedudukan Presiden
Bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin yang pertama ialah kedudukan presiden. Kedudukan presiden sesuai dengan UUD 1945 ialah sebagai kepala negara yang kekuasaannya di bawah MPR. Tetapi pada masa demokrasi terpimpin ini kekuasaan Presiden berkebalikan ketika dilapangan. Kekuasaan legislatif (MPR) berada dibawah kekuasaan eksekutif (Presiden). Bahkan dalam mengambil kebijakan pihak MPR harus menyetujui segala keputusan dari Presiden.
Bentuk penyimpangan demokrasi liberal pada kedudukan Presiden tersebut tidak hanya itu. Pengambilan keputusan dan kebijakan dari MPR didikte oleh Presiden. Presiden tersebut memiliki kekuasaan yang tidak terbatas dan terpusat. Keputusan yang diambil oleh presiden tidak dibatasi oleh apapun dan berlaku untuk semua bidang kehidupan, termasuk dalam menentukan peraturan ataupun kebijakan bagi warga negaranya.
Pembentukan MPRS
Bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin selanjutnya ialah pembentukan MPRS. Lembaga perwakilan rakyat seperti pemimpin MPR dan anggotanya harus dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilu sesuai dengan ketentuan UUD 1945. Tetapi pada masa demokrasi terpimpin, pembentukan pemimpin MPR dan anggotanya malah terjadi sebaliknya. MPRS tersebut dibentuk sesuai keputusan Presiden pribadi tanpa adanya campur tangan dari rakyat. Terlebih lagi kandidat MPRS merupakan anggota menteri biasa dan bukan pemimpin sebuah departemen. Presiden mengajukan syarat dan pertimbangan dalam mengangkat para wakilnya yaitu setuju dengan manifesto publik, setuju kepada UUD 1945 dan setia kepada negara Republik Indonesia. Dengan kata lain orang orang pilihan Presiden tersebut harus taat dan tunduk terhadap perintahnya.
Pembentukan DPR GR
Bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin selanjutnya ialah pembentukan DPR GR. Pada tahun 1959 terjadi penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yaiu Presiden membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR. Pembubaran tersebut didasari pada keberanian DPR terhadap RAPBN atas usulan lembaga dibawah kekuasaan Presiden. Selain itu Presiden juga membentuk lembaga baru yang bernama DPR GR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong).
Pembentukan DPR GR ini merupakan bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin yang terlihat jelas. Bahkan Presiden juga memilih sendiri para anggota DPR GR tanpa melalui adanya pemilu (pemilihan umum). DPR GR tersebut akan mengeluarkan keputusan dan kebijakan sesuai dengan ketentuan Presiden. Hal ini pastiya sangat bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945 selaku dasar hukum Indonesia. Kekuasaan lembaga legislatif (DPR) lebih tinggi dibandingan kekuasaan lembaga eksekutif (Presiden) sesuai dengan ketentuan UUD 1945. Maka dari itu Presiden tidak dapat dan tidak berwenang untuk membubarkan DPR.
Pembentukan DPAS
Bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin selanjutnya ialah pembentukan DPAS. DPAS (Dewan Pertimbangan Agung Sementara) dibentuk oleh Presiden sesuai dengan Penpres No. 3 Tahun 1959. DPAS tersebut bertugas untuk memberikan jawaban atas pertanyaan dari Presiden dan kemudian memberikan usulannnya kepada pemerintah. Lembaga ini tersusun oleh 1 wakil ketua, 8 utusan daerah, 24 wakil golongan dan 12 wakil politik.
Lembaga DPAS memberikan usulan agar perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1959 diisi dengan pidato presiden yang judulnya "Penemuan Kembali Revolusi Kita" atau disebut Manipol (Manifesto Politik Republik Indonesia). Hal ini dilakukan sebagai bentuk pengabdiannya terhadap Presiden meskipun termasuk dalam penyimpangan demokrasi terpimpin. Penetapan Manipol sebagai GBHN (Garis Besar Haluan Negara) disahkan sesuai dengan ketetapan Penpres No. 1 Tahun 1960.
Pembentukan Front Nasional
Bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin selanjutnya ialah pembentukan front nasional. Front nasional ialah organisasi massa yang bertujuan untuk memperjuangkan cita cita prokamasi Indonesia sesuai dengan UUD 1945. Bahkan Front Nasional ini ingin menyatukan segala potensi yang ada di negara Indonesia agar tercipta kekuatan pembangunan negara agar berjalan dengan sukses. Berdasarkan Penpres No. 13 Tahun 1956, Front Nasional didirikan pada tahun 1956 dengan ketuanya ialah Presiden Soekarno. Selain itu organisasi ini bertugas untuk:
Pembentukan Kabinet Kerja
Bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin selanjutnya ialah pembentukan kabinet kerja. Kabinet kerja ini bertugas dalam melaksanakan pemerintahan yang terdiri dari Presiden beserta para menteri. Jajaran menteri pembantu Presiden ini terdiri dari Ketua DPR GR dan MPRS yang dipilih secara pribadi pada tanggal 9 Juli 1959. Pengangkatan ini merupakan pencampuran kekuasaan lembaga legislatif dengan lembaga eksekutif sehingga termasuk kedalam penyimpangan terhadap ketentuan Pancasila dan UUD 1945.
Keterlibatan PKI Dalam Ajaran Nasakom
Bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin selanjutnya ialah keterlibatan PKI dalam ajaran Nasakom. Nasakom (Nasionalis, Agama dan Komunis) ialah paham golongan dari berbagai masyarakat di Indonesia. Ajaran ni dibentuk oleh Presiden Soekarno dengan maksud untuk menyatukan bangsa dari seluruh perbedaan paham yang terdapat dalam masyarakat. Menurut pendapat Presiden, Nasakom adalah ajaran yang tepat dalam menciptakan persatuan dan kesatuan negara secara utuh. Meski begitu ajaran ini ditentang oleh golongan ABRI dan golongan cendekiawan dalam masyarakat. Nasakom ini sebenarnya merupakan ajaran yang digunakan agar kedudukan Presiden tetap kuat dan tidak terbatas. Bahkan ajaran ini membuat PKI ingin menggeser kedudukan UUD 1945 dan Pancasila serta merubahnya menjadi paham komunis. PKI tersebut bahkan menghasut Presiden agar bergantung kepadanya dalam melawan TNI.
Munculnya Ajaran Resopim
Bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin selanjutnya ialah munculnya ajaran Resopim. Resopim (Revolusi, Sosialisme Indonesia dan Pimpinan Nasional) ialah ajaran yang digunakan agar kekuasaan presiden paling tinggi dalam sebuah negara. Pada peringatan kemerdekaan Indonesia yang ke 16 terdapat pencetusan ajaran Resopim ini dengan isinya ialah terdapat PBR atau Panglima Besar Revolusi yang mengendalikan semua kehidupan berbangsa dan bernegara agar tercapainya jiwa sosialisme dan revolusi.
Sekian penjelasan mengenai beberapa penyimpangan demokrasi terpimpin terhadap Pancasila dan UUD 1945. Demokrasi Terpimpin ini berlaku dari tahun 1959 sampai tahun 1966. Semoga artikel ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Penyimpangan Demokrasi Terpimpin Terhadap Pancasila dan UUD 1945 |
Penerapan sistem demokrasi terpimpin di negara Republik Indonesia terjadi pada tahun 1959 sampai dengan tahun 1966. Pemberlakuan sistem ini bermula ketika dikeluarkannya Dekrit Presiden. Meski begitu terdapat beberapa penyimpangan yang terjadi pasa masa pemerintahannya. Nah pada kesempatan kali ini saya akan membagikan beberapa bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin terhadap Pancasila dan UUD 1945. Untuk lebih jelasnya dapat anda simak di bawah ini.
10 Penyimpangan Demokrasi Terpimpin Terhadap Pancasila dan UUD 1945
Penyimpangan demokrasi terpimpin terhadap Pancasila dan UUD 1945 terlihat ketika sistem ini mulai dijalankan. Permulaan sistem demokrasi terpimpin dijalankan ketika pengeluaran dekrit Presiden 5 Juli 1959. Namun masa ini berakhir dengan diterbitkannya SuperSemar pada tanggal 11 Maret 1966. Pencetusan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ini dilakukan oleh Presiden Soekarno yang isinya yaitu :
- Pembubaran Konstituante.
- Pembentukan DPAS dan MPRS.
- Memberlakukan UUD 1945 kembali dan mulai tidak memberlakukan UUDS 1950.
Baca juga : Pengertian Ilmu Politik Secara Umum dan Menurut Para Ahli (Terlengkap)
Pada saat pemerintahan Soekarno, sistem demokrasi liberal mulai carut marut hingga pada akhirnya diganti dengan sistem demokrasi terpimpin. Namun ketika sistem ini diterapkan malah menimbulkan beberapa penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 (ideologi dan dasar hukum negara). Lalu apa saja bentuk penyimpangannya? Di bawah ini terdapat beberapa bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin terhadap Pancasila dan UUD 1945:
Kedudukan Presiden
Bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin yang pertama ialah kedudukan presiden. Kedudukan presiden sesuai dengan UUD 1945 ialah sebagai kepala negara yang kekuasaannya di bawah MPR. Tetapi pada masa demokrasi terpimpin ini kekuasaan Presiden berkebalikan ketika dilapangan. Kekuasaan legislatif (MPR) berada dibawah kekuasaan eksekutif (Presiden). Bahkan dalam mengambil kebijakan pihak MPR harus menyetujui segala keputusan dari Presiden.
Bentuk penyimpangan demokrasi liberal pada kedudukan Presiden tersebut tidak hanya itu. Pengambilan keputusan dan kebijakan dari MPR didikte oleh Presiden. Presiden tersebut memiliki kekuasaan yang tidak terbatas dan terpusat. Keputusan yang diambil oleh presiden tidak dibatasi oleh apapun dan berlaku untuk semua bidang kehidupan, termasuk dalam menentukan peraturan ataupun kebijakan bagi warga negaranya.
Pembentukan MPRS
Bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin selanjutnya ialah pembentukan MPRS. Lembaga perwakilan rakyat seperti pemimpin MPR dan anggotanya harus dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilu sesuai dengan ketentuan UUD 1945. Tetapi pada masa demokrasi terpimpin, pembentukan pemimpin MPR dan anggotanya malah terjadi sebaliknya. MPRS tersebut dibentuk sesuai keputusan Presiden pribadi tanpa adanya campur tangan dari rakyat. Terlebih lagi kandidat MPRS merupakan anggota menteri biasa dan bukan pemimpin sebuah departemen. Presiden mengajukan syarat dan pertimbangan dalam mengangkat para wakilnya yaitu setuju dengan manifesto publik, setuju kepada UUD 1945 dan setia kepada negara Republik Indonesia. Dengan kata lain orang orang pilihan Presiden tersebut harus taat dan tunduk terhadap perintahnya.
Baca juga : Pengertian Masyarakat Beserta Karakteristiknya (Terperinci)
Pembentukan DPR GR
Bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin selanjutnya ialah pembentukan DPR GR. Pada tahun 1959 terjadi penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yaiu Presiden membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR. Pembubaran tersebut didasari pada keberanian DPR terhadap RAPBN atas usulan lembaga dibawah kekuasaan Presiden. Selain itu Presiden juga membentuk lembaga baru yang bernama DPR GR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong).
Pembentukan DPR GR ini merupakan bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin yang terlihat jelas. Bahkan Presiden juga memilih sendiri para anggota DPR GR tanpa melalui adanya pemilu (pemilihan umum). DPR GR tersebut akan mengeluarkan keputusan dan kebijakan sesuai dengan ketentuan Presiden. Hal ini pastiya sangat bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945 selaku dasar hukum Indonesia. Kekuasaan lembaga legislatif (DPR) lebih tinggi dibandingan kekuasaan lembaga eksekutif (Presiden) sesuai dengan ketentuan UUD 1945. Maka dari itu Presiden tidak dapat dan tidak berwenang untuk membubarkan DPR.
Pembentukan DPAS
Bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin selanjutnya ialah pembentukan DPAS. DPAS (Dewan Pertimbangan Agung Sementara) dibentuk oleh Presiden sesuai dengan Penpres No. 3 Tahun 1959. DPAS tersebut bertugas untuk memberikan jawaban atas pertanyaan dari Presiden dan kemudian memberikan usulannnya kepada pemerintah. Lembaga ini tersusun oleh 1 wakil ketua, 8 utusan daerah, 24 wakil golongan dan 12 wakil politik.
Lembaga DPAS memberikan usulan agar perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1959 diisi dengan pidato presiden yang judulnya "Penemuan Kembali Revolusi Kita" atau disebut Manipol (Manifesto Politik Republik Indonesia). Hal ini dilakukan sebagai bentuk pengabdiannya terhadap Presiden meskipun termasuk dalam penyimpangan demokrasi terpimpin. Penetapan Manipol sebagai GBHN (Garis Besar Haluan Negara) disahkan sesuai dengan ketetapan Penpres No. 1 Tahun 1960.
Pembentukan Front Nasional
Bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin selanjutnya ialah pembentukan front nasional. Front nasional ialah organisasi massa yang bertujuan untuk memperjuangkan cita cita prokamasi Indonesia sesuai dengan UUD 1945. Bahkan Front Nasional ini ingin menyatukan segala potensi yang ada di negara Indonesia agar tercipta kekuatan pembangunan negara agar berjalan dengan sukses. Berdasarkan Penpres No. 13 Tahun 1956, Front Nasional didirikan pada tahun 1956 dengan ketuanya ialah Presiden Soekarno. Selain itu organisasi ini bertugas untuk:
- Menjalankan pembangunan.
- Mengembalikan Irian Barat.
- Menyelesaikan Revolusi Nasional.
Baca juga : Pengertian Ekspor dan Impor, Tujuan, Manfaat, Beserta Dampaknya
Pembentukan Kabinet Kerja
Bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin selanjutnya ialah pembentukan kabinet kerja. Kabinet kerja ini bertugas dalam melaksanakan pemerintahan yang terdiri dari Presiden beserta para menteri. Jajaran menteri pembantu Presiden ini terdiri dari Ketua DPR GR dan MPRS yang dipilih secara pribadi pada tanggal 9 Juli 1959. Pengangkatan ini merupakan pencampuran kekuasaan lembaga legislatif dengan lembaga eksekutif sehingga termasuk kedalam penyimpangan terhadap ketentuan Pancasila dan UUD 1945.
Keterlibatan PKI Dalam Ajaran Nasakom
Bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin selanjutnya ialah keterlibatan PKI dalam ajaran Nasakom. Nasakom (Nasionalis, Agama dan Komunis) ialah paham golongan dari berbagai masyarakat di Indonesia. Ajaran ni dibentuk oleh Presiden Soekarno dengan maksud untuk menyatukan bangsa dari seluruh perbedaan paham yang terdapat dalam masyarakat. Menurut pendapat Presiden, Nasakom adalah ajaran yang tepat dalam menciptakan persatuan dan kesatuan negara secara utuh. Meski begitu ajaran ini ditentang oleh golongan ABRI dan golongan cendekiawan dalam masyarakat. Nasakom ini sebenarnya merupakan ajaran yang digunakan agar kedudukan Presiden tetap kuat dan tidak terbatas. Bahkan ajaran ini membuat PKI ingin menggeser kedudukan UUD 1945 dan Pancasila serta merubahnya menjadi paham komunis. PKI tersebut bahkan menghasut Presiden agar bergantung kepadanya dalam melawan TNI.
Munculnya Ajaran Resopim
Bentuk penyimpangan demokrasi terpimpin selanjutnya ialah munculnya ajaran Resopim. Resopim (Revolusi, Sosialisme Indonesia dan Pimpinan Nasional) ialah ajaran yang digunakan agar kekuasaan presiden paling tinggi dalam sebuah negara. Pada peringatan kemerdekaan Indonesia yang ke 16 terdapat pencetusan ajaran Resopim ini dengan isinya ialah terdapat PBR atau Panglima Besar Revolusi yang mengendalikan semua kehidupan berbangsa dan bernegara agar tercapainya jiwa sosialisme dan revolusi.
Sekian penjelasan mengenai beberapa penyimpangan demokrasi terpimpin terhadap Pancasila dan UUD 1945. Demokrasi Terpimpin ini berlaku dari tahun 1959 sampai tahun 1966. Semoga artikel ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
0 Response to "10 Penyimpangan Demokrasi Terpimpin Terhadap Pancasila dan UUD 1945"
Posting Komentar